Senin, 12 Agustus 2013

Rue Soekarno; lambang persaudaraan Indonesia-Maroko


Ketika melintasi jalan Mohammad V, tepat didepan bank Magrib, disamping pos Magrib ada palang yang tertuliskan Avenue Soukarno atau jalan Soekarno. Bagi para mahasiswa, maupun orang Indonesia yang berkunjung ke Maroko palang itu merupakan kebanggaan tersendiri. Betapa tidak nama  presiden pertama Indonesia diresmikan sebagai nama jalan yang ada di jantung ibu kota Maroko.

Hubungan persahabatan Indonesia dengan negeri di kawasan Afrika Utara ini sudah terjalin selama setengah abad lebih. Sebelumnya, Indonesia dan Maroko sudah saling mengenal pada pertengahan abad ke 14 M melalui pengembara sekaligus sosiolog muslim Maroko bernama Ibnu Battutah. Begitu juga Maulana Malik Ibrahim, sesepuh Wali Songo asal Maroko yang dikenal dengan nama Sunan Gresik, datang untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Perkenalan Indonesia-Maroko semakin dekat saat peristiwa perjuangan kemerdekaan di beberapa negara Asia dan Afrika. Dukungan Indonesia mendorong Maroko aktif dalam Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung. Setahun setelah itu, tepatnya tanggal 2 Maret 1956, Maroko meraih kemerdekaannya. Hari itu juga hubungan diplomatik antara dua negara ini terjalin, yang ditandai dengan dibukanya Kantor Kedutaan Besar RI di Rabat.

Pada tanggal 2 Mei 1960  Presiden pertama Indonesia mengadakan kunjungan ke Maroko, sebagai  bentuk dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Maroko dari jajahan  Francis. Beliau mendapat sambutan hangat dari Raja Mohammed V dan rakyat Maroko. Presiden Soekarno dianggap tokoh yang berperan dalam kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika, Indonesia merupakan Negara pertama yang mengakui kedaulatan Negara Maroko. Sebagai apresiasi dari raja Mohammad V, nama presiden Soekarno diabadikan sebagai nama jalan besar yang berada di jantung ibu kota ini.

Ketika raja Mohammad V memberikan tawaran kepada Ir Soekarno dengan berbagai macam hadiah   sebagai ucapan  rasa trimakasih, beliau menolaknya. Ir Soekarno hanya meminta agar rakyatnya boleh masuk ke Maroko seperti rumah sendiri. Hingga saat ini  pemerintah Maroko memberikan On Arrival Visa kepada WNI yang datang ke Maroko.
Selain Rue Soekarno dapat kita jumpai pula Rue Bandung  di jalanan sempit menuju pantai Oudaya, tidak jauh dari Rue Bandung ada Rue Indonesia dan Rue Jakarta. Nama-Nama kota besar di Indonesia dijadikan sebagai nama  jalan di Maroko.
Sementara itu, nama kota terbesar di Maroko diabadikan namanya di Indonesia yang dikenal dengan terowongan Casablanca. Hal ini merupakan lambang dari persaudaraan dua Negara yang akan abadi.

Saat ini persahabatan antara Indonesia-Maroko terjalin semakin serat setelah kurang lebih 51 tahun lamanya, berbagai kerjasama antara dua negara ini  terjalin semakin baik dari mulai pendidikan, ekonomi, politik, pariwisata, sosial, dan budaya telah dilakukan oleh keduanya.
Upaya kerjasama yang dilakukan antara lain dengan pertukaran pelajar, pertukaran dosen dan tim peneliti untuk pendalaman khasanah ke-Islaman, kunjungan  Dharma Wanita Persatuan bersama staf KBRI dalam rangka memberikan bantuan sosial kepada Asosiasi Sosial Budaya Tunanetra Maroko, kunjungan Tim Pertukaran Ilimiah Badan Litbang Pertanian ke INRA ( Intitute National de la Recherce Agronomique ), serta partisifasi KBRI  Rabat terhadap setiap event yang ada di Maroko merupakan upaya melestarikan persahabat antara dua negara  yang telah terjalin dengan baik.

Peranan mahasiwa Indonesia di Maroko sebagai duta bangsa mewarnai keakraban dan keharmonisan antara dua negara mulai dari kegiatan Universitas yang diadakan setiap tahunnya yang disebut “ayam tsaqafi”, dimana mahasiswa ikut serta mengenalkan budaya Indonesia, pemutaran filem Indonesia dilakukan di berbagai Universitas di Maroko, pelatihan pencak silat untuk anak-anak Maroko, peran aktif mahasiwa Indonesia di Maroko dalam setiap even yang diselenggarakan di Maroko merupakan wujud dari pelestarian persaudaraan yang telah terjalin.

Maroko merupakan negeri berbasis Arab dengan peradaban style versi Eropa. Menurut Musthafa Abdul Rahman, potret itu adalah keberhasilan sistem monarki di Maroko yang telah menjadikan Islam dan modernitas berjalan seiring. Islam dan kemodernan berpadu harmonis dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Hal ini hampir sama dengan kondisi yang ada di Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbanyak di dunia, namun tetap berjalan seiring kemodernitasan Zaman.
 
Bahkan Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Latifa Akherbach, pernah menyampaikan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dapat dijadihkan contoh sebagai negara yang mampu memadukan antara nilai Islam, demokrasi dan modernisasi, sehingga Maroko menilai Indonesia merupakan negara penting untuk menjalin kerja sama dalam menghadapi tantangan dan krisis global.
 
Hal ini tentunya dapat dijadikan pondasi yang bagus untuk menjalin hubungan kekerabatan yang lebih erat. Melalui persamaan kontur sosial budaya kedua negara tersebut, budaya merupakan ciri khas atau identitas sebuah bangsa diharapakan dapat menyatukan jiwa kedua bangsa, dengan ikut memahami, merasakan, mengerti akan kondoisi masing-masing, sehingga hal tersebut dapat berkembang ke alur-alur sistem yang lain.
 
Banyak potensi antara kedua negara ini yang belum diupayakn secara maksimal,misalnya masih minimnya jumlah pertukaran pelajar antara Indonesia-Maroko, dibidang pariwisa misalnya Indonesia masih kalah terkenal dibanding negara Asia tenggara lainnya, bidang ekonomi masih sangat sedikit sekali produk-produk Indonesia dipasarkan di Maroko. semoga  persahabatan yang sudah terjalin hampir setengah adad lamanya, semakin hari, semakin baik sehingga terjalin hubungan bersimbiosis mutualisme.















Tidak ada komentar: