Sabtu, 01 Desember 2012

Hari Ibu; kado perjalanan perempuan sepanjang peradaban



Perayaan “ hari ibu” merupakan ritual tahunan, bahkan menjadi agenda nasional yang mana perayaannya merupakan penghargaan secara simbolis yang diberikan kepada para ibu khususnya dan perempuan secara umumnya. Tanpa ada perdebatan, semua sepakat bahwa kasih sayang perempuan sebagai seorang Ibu, kebaktian perempuan sebagai seorang istri, serta kiprah perempuan dalam pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa tak akan sebanding jika diapresiasikan dalam satu hari yang disebut hari ibu.

Berkaca kepada sejarah, kehidupan manusia rentan dengan sikap superiority dan penindsan. Kekerasan dan kekangan terhadap perempuan merupakan aspek yang menarik dalam sejarah yang kondisinya selalu berputar pada poros yang sama. Perempuan melewati berbagai proses panjang untuk mendapatkan kebebasaan dan  memiliki nilai yang layak untuk dihargai dan dihormati. Hingga akhirnya datanglah ajaran yang mengangkat derajat perempuan, memuliakannya dan memberikan haknya selaku manusia.

Sejarah mencatat, Yunani yang merupakan penyumbang  peradaban barat tak ubahnya memperlakukan perempuan sebagai barang yang dapat diperjual belikan. Pada awal peradabannya perempuan merupakan mahluk langka yang mereka jaga. Sehingga dibuatkan rumah khusus yang disebut Haremlek. Hingga pada masanya perempuan memiliki wewenang penuh samapi akhirnya dewi Aphrodite sebagai dewi cinta bercinta dengan tiga tuhan lainnya. Sehingga perempuan difungsikan  hanya sebagai alat pemuas nafsu. Ayah dan saudara laki-laki mereka memberikan anak perempuan  kepada siapapun, tanpa bertanya kesediannya, karna mereka beranggapan bahwa perempuan tidak memiliki hak atas dirinya oleh karnanya, tidak harus meminta pendapat dan persetujuannya. Umumnya peranan kaum perempuan pada masa Yunani meliputi tiga aspek. Pertama mahluk yang dinamakan perempuan hanya sebagai pemuas nafsu kaum laki-laki. Kedua, mereka yang bekerja sebagai bawahan atau budak yang sama sekali tidak memiliki hak atas dirinya. Ketiga, istri-isti yang hanya melahirkan dan  mengurusi anak derajatnya tak lebih daripada itu.


Peradaban Romawi, memperlaukan perempuan masih dalam koridor yang sama, perempuan sebagai alat tukar yang dapat diperjual belikan. Perempuan yang telah menikah ibarat benda mati yang menjadi milik suaminya. Jika mereka melakukan tindakan asusila atau hal-hal yang tidak sesuai dengan norma maka suami berhak mengakiminya bahkan dihukum mati sekalipun. Istri-istri dikekang tanpa mempunyai hak atas dirinya. Dipekerjakan sebagimana budak yang mana hasil usahanya diserahkan kepada suami. Mereka tidak memiliki hak waris sedikitpun. Segala bentuk transaksi dianggap sah jika dengan persetujuan suami. Perempuan tidak berhak untuk tampil dipublik, tidak dianggap sebagai saksi dan pendidik karna anggapan mereka perempuan adalah makhluk yang tidak dapat dipercaya.

Beralih ke peradaban Hindu kuno di  India, perempuan dianggap sebagai sumber dosa, perusak moral dan spiritual. Oleh karnanya, mereka hidup dalam kekangan dan penindasan. Para gadis dianggap sebagai buruan yang halal menjadi santapan siapapun. Sedangkan para istri sebagai budak bagi suami-suami mereka. Para istri wajib menyebut suami mereka dengan panggilan “My Lord” atau “My God” kedudukan para suami dianggap suci dan disucikan. Sebagai bentuk penghormatan para istri tidak boleh makan satu meja dengan suami, jika suami istri berjalan bersama maka istri harus berjalan dibelakang suaminya dengan jarak  beberapa meter dari suami. Pepatah mereka mengatakan; “ Racun, ular, api tidak lebih berbahaya dari pada perempuan”. Paradigma ini yang menyebabkan kaum perempuan dianggap sangat berbahaya dan harus tunduk kepada kaum lelaki. Lebih parah dari pada itu suku Sati menganggap pere,puana tidak memiliki hak atas dirinya setelah mati suaminya. Sehingga jika suaminya mati terlebih dahulu maka istrinya dibakar hidup-hidup bersama suaminya.

Pepatah Cina mengatakan “ kalian boleh mendengarkan pembicaraan wanita akan tetapi jangan percaya kebenarannya”. Sama halnya seperti peradaban lainnya, perempuan sebagai objek pemuas nafsu. Bahakan pada abad ke 19-20 di China, perempuan yang dapat membengkokan kakinya secara sempurna seperti daun Lotus maka besar kemungkinannya untuk menikah dengan para bangsawan dan sodagar. Disinilah derajat perempuan terangkat dan memiliki nilai, sehingga layak untuk dinikahi. Sementara mereka yang tidak, harus menerima kenyataan pahit menikah dengan seorang petani atau pencari garam yang hidupnya menderita.

Pandangan Yahudi dan Kristiani, perempuan diklarifikasikan sebagai manusia, namun difungsikan hanya sebagai pemuas nafsu kaum laki-laki. Merka menganggap perempuan sebagai sumber malapetaka dan pembuat dosa. Kalaulah bukan Eva (Hawa) yang membujuk Adam untuk memakan buah surga, maka manusia akan hidup dengan bahagia di surga. Ajaran kristiani menyatakan bahwa hendaknya perempuan malu dengan pakaian mereka dan melepaskannya, sebagai mana Eva yang dilepaskan pakaiannya di surga kemudian diturunkan dipadang pasir. 

Dalam perjanjian lama kitab Muqadas yang dinisbatkan kepada Isa mengatakan:“Jika seseorang datang kepada saya dan dia tidak membenci bapaknya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya dan saudari-saudarinya hingga dirinya juga, maka dia tidak mampu untuk menjadi muridku”. (Luqas 14: 26). Artinya jika seseorang yang ingin belajar agama maka ia harus membenci keluarganya bahkan ibunya, karna mereka sebagai penghalang menuju Tuhan.

Begitu pula dalam perjanjian lama menyebutkan bahwa Isa tidak memperdulikan wanita suci yang memanggilnya dalam hal ini Maryam. Karna orang yang ingin menuju Tuhan maka harus mengabaikan orang-orang disekelilingnya. “Maka datanglah pada waktu itu saudara-saudara dan ibunya dan mereka berdiri di luar dan mereka mengutus seseorang untuk memanggil al-Masiih. sekumpulan orang yang duduk di sekitarnya mereka berkata: “Itu ibumu dan saudara-saudaramu di luar mencarimu”. Lalu dia menjawab perkataan mereka dengan suatu ucapan: “Siapa ibuku dan saudara-saudaraku?” Kemudian dia memperhatikan sekelilingnya dan berkata: “Ini ibuku dan saudara-saudaraku”. Karena siapa yang berbuat sesuai kehendak Allah adalah saudaraku, saudariku, dan ibuku”. (Markus 3: 31-35).  

Sedangkan bagaimana dengan peradaban Arab sebelum datangnya fajar Islam, merka  hidup dalam kebodohan yang dengan tega mengubur anak perempuan hidup-hidup karna dianggap tidak berguna, perempuan tidak dapat berperang. 

Datanglah ajaran Islam yang mengangkat derajat perempuan dan memperlakukannya sama seperti laki-laki dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Ajaran Islam sangat memulyakan perempuan, kurang lebih 2/3 dari Al Quran didalamnya mengisahkan tentang perempuan, bahkan dikhususkan surat dengan nama An Nisa.

Banyak konteks Al Quran yang menjelaskan secara eksplisit akan persamaan antara laki-laki dan perempuan” barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman. Maka sesungguhnya akan kami berikan kepada mereka kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”( An Nahl:97).

Lebih spesifik kedudukan seorang ibu sangat dimuliakan dalam sebuah Hadits disebutkan bahwa “ surga dibawah telapak kaki ibu”. Hal ini menggambarkan betapa mulianya kedudukan seorang ibu yang telah mengandung dengan tertatih-tatih, melahirkan dengan susah payah antara hidup dan mati, menyusui dengan penuh kasih sayang, mendidik dan membesarkan dengan sabar serta penuh cinta kasih. Al Quran menyebutkan secara khusus perintah berbuat baik kepada Ibu  ( Lht Qs Al Isra: 23-24. Lukman: 14). Rasulullah Saw. Mempertegas kemulyaan seorang ibu dalam sebuah hadits “ telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku bergaul dengannya dengan baik?” Rasulullah menjawab: “Ibumu…!”, lalu laki-laki itu berkata: “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: “Kemudian ibumu…”, kemudian ia bertanya lagi: “Kemudian
siapa?” Rasulullah menjawab: “Kemudian ibumu…”, lalu ia bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah Saw. menjawab: “Kemudian bapakmu”. (HR Bukhari dan Muslim).

Sejarah menawarkan kita untuk merenungi kembali perjalanan tentang penidasan kaum perempuan. Begitu besar penghargaan terhadap perempuan dalam ajaran Islam. Bahkan peranan seorang ibu merupakan hal yang sangat urgen bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Ditangannyalah peradaban dibangun. Ibu sebagai pendidik pertama sebuah bangsa, selain sebagai pendidik , Ibu sebagai Pembina generasi penerus.
Akhirnya, kebaktian dan penghormatan kepada seorang ibu layak diberikan sepanjang hidupnya. Hari Ibu merupakan kado secara simbolis tarhadap segala jasa yang tak terbalaskan. Perempuan kini dapat menikmati kebebasan dan mendapat hak-haknya secara layak khususnya dalam bidang pendidikan dan peranannya baik secara domestic maupun public. Oleh karnanya, harus melepaskan diri dari sikap defenisif yang hanya berdiam diri dalam kekangan untuk tidak berkembang, skeptic yang membentuk paradigma bahawa perempuan dinilai rendah serta membebaskan diri sikap pesimistis. Karan engkau duhai perempuan sangatlah mulia.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

selamat hari ibu, teh.
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kmbali,
Bagai sang surya menyinari dunia. . .
Indonesia menanti calon ibu yg bs spt sang penulis. . .
Kita hnya bs brdo'a dn brusaha tuk mmbhagiakan IBU slama hyatnya msh dkandung badan. . . Sblum pejaman mata terakhrnya.

Unknown mengatakan...

mantap...!
i love Mom