Perayaan “ hari ibu” merupakan
ritual tahunan, bahkan menjadi agenda nasional yang mana perayaannya merupakan
penghargaan secara simbolis yang diberikan kepada para ibu khususnya dan
perempuan secara umumnya. Tanpa ada perdebatan, semua sepakat bahwa kasih
sayang perempuan sebagai seorang Ibu, kebaktian perempuan sebagai seorang
istri, serta kiprah perempuan dalam pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa tak
akan sebanding jika diapresiasikan dalam satu hari yang disebut hari ibu.
Berkaca kepada sejarah, kehidupan
manusia rentan dengan sikap superiority dan penindsan. Kekerasan dan kekangan
terhadap perempuan merupakan aspek yang menarik dalam sejarah yang kondisinya
selalu berputar pada poros yang sama. Perempuan melewati berbagai proses
panjang untuk mendapatkan kebebasaan dan
memiliki nilai yang layak untuk dihargai dan dihormati. Hingga akhirnya
datanglah ajaran yang mengangkat derajat perempuan, memuliakannya dan
memberikan haknya selaku manusia.
Sejarah mencatat, Yunani yang
merupakan penyumbang peradaban barat tak
ubahnya memperlakukan perempuan sebagai barang yang dapat diperjual belikan.
Pada awal peradabannya perempuan merupakan mahluk langka yang mereka jaga.
Sehingga dibuatkan rumah khusus yang disebut Haremlek. Hingga pada masanya
perempuan memiliki wewenang penuh samapi akhirnya dewi Aphrodite sebagai dewi
cinta bercinta dengan tiga tuhan lainnya. Sehingga perempuan difungsikan hanya sebagai alat pemuas nafsu. Ayah dan
saudara laki-laki mereka memberikan anak perempuan kepada siapapun, tanpa bertanya kesediannya,
karna mereka beranggapan bahwa perempuan tidak memiliki hak atas dirinya oleh
karnanya, tidak harus meminta pendapat dan persetujuannya. Umumnya peranan kaum
perempuan pada masa Yunani meliputi tiga aspek. Pertama mahluk yang dinamakan
perempuan hanya sebagai pemuas nafsu kaum laki-laki. Kedua, mereka yang bekerja
sebagai bawahan atau budak yang sama sekali tidak memiliki hak atas dirinya.
Ketiga, istri-isti yang hanya melahirkan dan
mengurusi anak derajatnya tak lebih daripada itu.
Peradaban Romawi, memperlaukan perempuan
masih dalam koridor yang sama, perempuan sebagai alat tukar yang dapat
diperjual belikan. Perempuan yang telah menikah ibarat benda mati yang menjadi
milik suaminya. Jika mereka melakukan tindakan asusila atau hal-hal yang tidak
sesuai dengan norma maka suami berhak mengakiminya bahkan dihukum mati
sekalipun. Istri-istri dikekang tanpa mempunyai hak atas dirinya. Dipekerjakan
sebagimana budak yang mana hasil usahanya diserahkan kepada suami. Mereka tidak
memiliki hak waris sedikitpun. Segala bentuk transaksi dianggap sah jika dengan
persetujuan suami. Perempuan tidak berhak untuk tampil dipublik, tidak dianggap
sebagai saksi dan pendidik karna anggapan mereka perempuan adalah makhluk yang
tidak dapat dipercaya.
Beralih ke peradaban Hindu kuno
di India, perempuan dianggap sebagai
sumber dosa, perusak moral dan spiritual. Oleh karnanya, mereka hidup dalam
kekangan dan penindasan. Para gadis dianggap sebagai buruan yang halal menjadi
santapan siapapun. Sedangkan para istri sebagai budak bagi suami-suami mereka.
Para istri wajib menyebut suami mereka dengan panggilan “My Lord” atau “My God”
kedudukan para suami dianggap suci dan disucikan. Sebagai bentuk penghormatan
para istri tidak boleh makan satu meja dengan suami, jika suami istri berjalan
bersama maka istri harus berjalan dibelakang suaminya dengan jarak beberapa meter dari suami. Pepatah mereka
mengatakan; “ Racun, ular, api tidak lebih berbahaya dari pada perempuan”.
Paradigma ini yang menyebabkan kaum perempuan dianggap sangat berbahaya dan
harus tunduk kepada kaum lelaki. Lebih parah dari pada itu suku Sati menganggap
pere,puana tidak memiliki hak atas dirinya setelah mati suaminya. Sehingga jika
suaminya mati terlebih dahulu maka istrinya dibakar hidup-hidup bersama
suaminya.
Pepatah Cina mengatakan “ kalian
boleh mendengarkan pembicaraan wanita akan tetapi jangan percaya kebenarannya”.
Sama halnya seperti peradaban lainnya, perempuan sebagai objek pemuas nafsu.
Bahakan pada abad ke 19-20 di China, perempuan yang dapat membengkokan kakinya
secara sempurna seperti daun Lotus maka besar kemungkinannya untuk menikah
dengan para bangsawan dan sodagar. Disinilah derajat perempuan terangkat dan
memiliki nilai, sehingga layak untuk dinikahi. Sementara mereka yang tidak,
harus menerima kenyataan pahit menikah dengan seorang petani atau pencari garam
yang hidupnya menderita.
Pandangan Yahudi dan Kristiani,
perempuan diklarifikasikan sebagai manusia, namun difungsikan hanya sebagai
pemuas nafsu kaum laki-laki. Merka menganggap perempuan sebagai sumber
malapetaka dan pembuat dosa. Kalaulah bukan Eva (Hawa) yang membujuk Adam untuk
memakan buah surga, maka manusia akan hidup dengan bahagia di surga. Ajaran
kristiani menyatakan bahwa hendaknya perempuan malu dengan pakaian mereka dan
melepaskannya, sebagai mana Eva yang dilepaskan pakaiannya di surga kemudian
diturunkan dipadang pasir.
Dalam perjanjian lama kitab Muqadas
yang dinisbatkan kepada Isa mengatakan:“Jika seseorang datang kepada saya
dan dia tidak membenci bapaknya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya dan saudari-saudarinya hingga dirinya juga, maka dia tidak
mampu untuk menjadi muridku”. (Luqas 14: 26). Artinya jika seseorang yang
ingin belajar agama maka ia harus membenci keluarganya bahkan ibunya, karna
mereka sebagai penghalang menuju Tuhan.
Begitu pula dalam perjanjian lama
menyebutkan bahwa Isa tidak memperdulikan wanita suci yang memanggilnya dalam
hal ini Maryam. Karna orang yang ingin menuju Tuhan maka harus mengabaikan
orang-orang disekelilingnya. “Maka datanglah pada waktu itu saudara-saudara
dan ibunya dan mereka berdiri di luar dan mereka mengutus seseorang untuk
memanggil al-Masiih. sekumpulan orang yang duduk di sekitarnya mereka berkata:
“Itu ibumu dan saudara-saudaramu di luar mencarimu”. Lalu dia menjawab perkataan
mereka dengan suatu ucapan: “Siapa ibuku dan saudara-saudaraku?” Kemudian dia
memperhatikan sekelilingnya dan berkata: “Ini ibuku dan saudara-saudaraku”.
Karena siapa yang berbuat sesuai kehendak Allah adalah saudaraku, saudariku,
dan ibuku”. (Markus 3: 31-35).
Sedangkan bagaimana dengan peradaban
Arab sebelum datangnya fajar Islam, merka
hidup dalam kebodohan yang dengan tega mengubur anak perempuan
hidup-hidup karna dianggap tidak berguna, perempuan tidak dapat berperang.
Datanglah ajaran Islam yang
mengangkat derajat perempuan dan memperlakukannya sama seperti laki-laki dengan
hak dan kewajibannya masing-masing. Ajaran Islam sangat memulyakan perempuan, kurang
lebih 2/3 dari Al Quran didalamnya mengisahkan tentang perempuan, bahkan
dikhususkan surat dengan nama An Nisa.
Banyak konteks Al Quran yang
menjelaskan secara eksplisit akan persamaan antara laki-laki dan perempuan”
barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman. Maka sesungguhnya akan kami berikan kepada mereka kehidupan
yang baik, dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”( An Nahl:97).
Lebih spesifik kedudukan seorang ibu sangat
dimuliakan dalam sebuah Hadits disebutkan bahwa “ surga dibawah telapak kaki
ibu”. Hal ini menggambarkan betapa mulianya kedudukan seorang ibu yang
telah mengandung dengan tertatih-tatih, melahirkan dengan susah payah antara
hidup dan mati, menyusui dengan penuh kasih sayang, mendidik dan membesarkan
dengan sabar serta penuh cinta kasih. Al Quran menyebutkan secara khusus
perintah berbuat baik kepada Ibu ( Lht
Qs Al Isra: 23-24. Lukman: 14). Rasulullah
Saw. Mempertegas kemulyaan seorang ibu dalam sebuah hadits “ telah datang
seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling berhak aku bergaul dengannya dengan baik?”
Rasulullah menjawab: “Ibumu…!”, lalu laki-laki itu berkata: “Kemudian siapa?”
Rasulullah menjawab: “Kemudian ibumu…”, kemudian ia bertanya lagi: “Kemudian
siapa?” Rasulullah menjawab: “Kemudian
ibumu…”, lalu ia bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah Saw.
menjawab: “Kemudian bapakmu”. (HR Bukhari dan Muslim).
Sejarah menawarkan kita untuk
merenungi kembali perjalanan tentang penidasan kaum perempuan. Begitu besar
penghargaan terhadap perempuan dalam ajaran Islam. Bahkan peranan seorang ibu
merupakan hal yang sangat urgen bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa.
Ditangannyalah peradaban dibangun. Ibu sebagai pendidik pertama sebuah bangsa,
selain sebagai pendidik , Ibu sebagai Pembina generasi penerus.
Akhirnya, kebaktian dan penghormatan
kepada seorang ibu layak diberikan sepanjang hidupnya. Hari Ibu merupakan kado
secara simbolis tarhadap segala jasa yang tak terbalaskan. Perempuan kini dapat
menikmati kebebasan dan mendapat hak-haknya secara layak khususnya dalam bidang
pendidikan dan peranannya baik secara domestic maupun public. Oleh karnanya,
harus melepaskan diri dari sikap defenisif yang hanya berdiam diri dalam
kekangan untuk tidak berkembang, skeptic yang membentuk paradigma bahawa
perempuan dinilai rendah serta membebaskan diri sikap pesimistis. Karan engkau
duhai perempuan sangatlah mulia.
2 komentar:
selamat hari ibu, teh.
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kmbali,
Bagai sang surya menyinari dunia. . .
Indonesia menanti calon ibu yg bs spt sang penulis. . .
Kita hnya bs brdo'a dn brusaha tuk mmbhagiakan IBU slama hyatnya msh dkandung badan. . . Sblum pejaman mata terakhrnya.
mantap...!
i love Mom
Posting Komentar