Minggu, 04 November 2012

Rabat; Benteng Peradaban Maroko


Musim dingin di Maroko mulai merayap. Air yang saya raba terasa dingin, berat rasanya untuk bangun pagi. Di luar sana, di depan tempat saya tinggal, jalanan terlihat lengang. Hanya sesekali dilewati orang-orang tua berjaket. Kedinginan. berdiam diri di rumah dengan ditemani selimbut memang pilihan yang tepat, tetapi musim dingin di Maroko ternyata menawarkan memori yang mungkin tidak didapati di negara-negara Afrika Utara lainnya. Maroko ketika musim dingin akan lebih terasa menjadi Eropa dibandingkan negara arab. Jalanan yang basah karena hujan, jaket-jaket tebal yang dipakai penduduk, dan yang tak terlupakan, salju yang turun pada puncak musim dingin di Marakesh atau Ifrane.

Hujan yang mengguyur kota mengingatkanku ke kampung halaman, jauh di sana, di sudut desa kecil di Majalengka. Berdiam di kamar sambil menatap rintik hujan semakin membuat hatiku berdesir, ada rasa rindu di sana. Ada aroma yang membuatku mengingat daun-daun pohon mangga yang basah di depan rumah, bau tanah yang becek di halaman, dan wangi bunga yang membasah berjejer di teras depan.

Pohon-pohon cedar dan cemara di Marakesh sana mungkin sudah siap-siap menyambut salju, lembah-lembah curam di Tinmal dan sepanjang gunung Atlas juga akan berubah menjadi putih pada januari nanti. Ah, bau salju itu masih aku rasakan. Berselancar skii bersama kawan-kawan, dan menikmati gaya bangunan di sepanjang kota Ifrane membuat saya merasa berada di Swiss.

Bukan saja Marakesh dan Ifrane yang memukau di musim dingin, ibukota Maroko, Rabat, juga tidak kalah menarik. Duduk di kafe sambil menikmati segelas teh nana di taman kota juga sangat berkesan. Ditemani bentangan sungai Bouregreg yang gagah membuat jalan-jalan di sekitar ibu kota menjadi asik. Apalagi Rabat menyuguhkan wisata sejarah dan peradaban yang menakjubkan. Benteng-benteng berwarna coklat kemerahan terpampang di sepanjang kota, membuat saya terhempas ke masa-masa islam klasik di sini, mengingatkan saya kepada masa-masa epik salah satu dinasti raksasa di Maroko, Murabitun.

Rabat dibangun pada masa dinasty Murabitun dibawah kekuasaan khalifah Abdul Mu’min tahun 1146 M, dengan nama “ Ribatu al fath” yang berarti benteng-benteng. Kemudian diperluas oleh Yaqub Al Mansur, khalifah dinasty  Muwahiddun. Pada tahun 1956 M,  setelah lepas dari jajahan  Francis, raja Mohammad V meresmikan Rabat sebagai ibu kota Negara setelah Maroko merdeka.

Sabtu, 03 November 2012

Nilai-Nilai Ritual Ibadah Haji




Ibadah haji terdiri dari rangkain-rangkain ritual yang saling berkesinambungan, merupakan warisan tardisi turun-temurun yang didalamnya terdapat pesan baik secara eksplist maupun inplisit yang kerap mendekati makna esoteric. Muatan nilai-nilai yang terismpan dalam ibadah haji itulah yang akan mengantarkan kepada sejatinya manusia sebagai hamba, dan mahluk social.

Tujuan ibaadah haji yang dilakukan umat islam  bukan untuk Allah, tetapi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hakikat manusia sebagai makhluk  dipraktikkan dalam pelaksanaan ibadah haji, dalam acara-acara ritual, atau dalam tuntunan non-ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dalam bentuk nyata atau simbolik dan semuanya, pada akhirnya mengantarkan seorang haji hidup dengan pengamalan dan pengalaman kemanusiaan universal.

Ihram : Disinilah pijakan pertama kali ritual ibadah haji di mulai, meliputi mandi  sunah, mengenakan pakaian ihram, niat dan sholat sunah 2 rakaat.  
Niat merupakan pilar bagi semua ibadah. Maka tidak salah jika nilai sebuah ibadah tergatung pada niatnya dan kesempurnaan ibadah terletak pada prakeknya. 

Ihram terdapat berbagai muatan nilai berupa theologis bahwa esensi haji absolut sebagai bentuk panghambaan kepada sang pencipta, dengan niat pengesaan tanpa elemen-elemen duniawi. Dimensi pisikologis setiap manusia akan merasakan gejolak jiwa ketika bertemu dengan yang disukainya, baik berupa perasaan senang, khawatir, takut dan lain sebagainya. Seperti hal nya ketika Ihram saat melepas semua pakaian berjahit dan berniat melakukan haji dengan segala bentuk ritual yang disyariatkan, berbagia rasa berbaur dalam hati manusia. Hingga mencapai sebuah puncak pengalaman spiritual manusia yang bersifat universal.

Thawaf: yakni mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali. Al Qur’an menyebutkan Ka’bah merupakan rumah yang pertama kali dibagun (lht surat Al-Imran:96), Pelatakan batu pertama oleh nabi Ibrahim As pada central bumi berdasarkan ilham ilahi, Ka’bah secara vertikal satu titik dengan baitul ma’mur yakni tempat dimana para malaikat bertawaf. Sains telah mengungkap sebuah fakta bahwa Ka’bah terletak di central bumi, sebagi syimbol rotasi alam semesta dimana matahari sebagai pusat tata surya  dikeliling oleh pelanet-pelanet. Disebutkan dalam riwayat bahwa ritual thawaf pertama kali dilakukan oleh nabi Adam As. Sebagi bentuk tobat kepada Allah Swt. Ka’bah dikelilingi oleh jutaan umat muslim diseluruh dunia dengan membentuk putaran yang memusat pada satu titik, dengan penuh pengharapan, kerendahan diri dan penyucian jiwa. Semua manusia ketika berthawaf memusatkan gerakan kepada Ka’bah meski himpitan dan desakan tak dapat dihindari.